Eleanor Shellstrop (Kristen Bell) hanyalah seorang sales yang menjual produk kesehatan palsu demi menyambung hidupnya. Ia egois, suka berserapah, dan galak kepada aktivis lingkungan hidup yang membagikan brosur di depan supermarket. Suatu hari ia mengalami kecelakaan dan terbangun di sebuah ruang tunggu. ‘Welcome! Everything is fine.’, sebuah tulisan di dinding depannya berkata. Keluar dari sebuah ruangan, Michael (Ted Danson), menyambut Eleanor dengan senyuman. “Selamat, anda sedang berada di The Good Place,” katanya. Michael memberikan tur sembari menjelaskan bahwa berkat segala kebaikannya di dunia, Eleanor sekarang dapat menikmati keabadian di surga, lengkap dengan rumah kecil serta belahan jiwanya, Chidi Anagonye (William Jackson Harper), seorang profesor moral dan etik. Eleanor bertetangga dengan Tahani Al-Jamil (Jameela Jamil), seorang filantropis dari high society dan pasangannya Jianyu Li/Jason Mendoza (Manny Jacinto), seorang rahib yang bersumpah untuk tidak berbicara. Di lingkungan itu, Michael dibantu Janet, asisten ajaib yang serba bisa dan serba tahu. Semua berjalan baik-baik saja, sampai Michael meninggalkan Eleanor dan Chidi di rumahnya. Panik, Eleanor menjelaskan kepada Chidi bahwa Michael telah membuat kesalahan.
Eleanor bukanlah seorang kriminal. Tapi ia juga tidak bisa dibilang sebagai seorang budiman selama hidupnya. Mengetahui Chidi adalah pribadi yang sangat menjunjung tinggi moral, ia meminta Chidi untuk mengajarinya menjadi orang baik demi memantaskan diri untuk bisa benar-benar tinggal di surga. The Good Place merupakan sebuah serial yang mengambil setting di kehidupan afterlife, namun serial ini sama sekali tidak menyinggung tuhan maupun agama. Malah, The Good Place mengambil sudut pandang moral dan etika dalam kehidupan bersesama demi mencapai kedamaian abadi. Meski nyatanya, Eleanor, Chidi, Tahani, dan Jason tidak betul-betul masuk surga serta Michael hanyalah iblis yang mendesain segala skenario untuk menyiksa empat manusia itu. Eleanor dengan keegoisannya, Chidi dengan ketidaktegasannya, Tahani dengan motivasinya yang buruk, serta Jason dengan kebodohannya. Sebagai sebuah tim, perjalanan mereka mencapai tempat yang layak di surga patut disimak. Bahkan Michael, seorang iblis yang ditugaskan untuk menyiksa mereka, malah berbalik mendukung perjuangan dan perkembangan keempat manusia itu dalam menantang sistem yang berlaku di kehidupan afterlife.
Pada season dua, Michael melemparkan sebuah pertanyaan kepada Eleanor. “What do we owe to each other?” adalah sebuah pertanyaan yang menjadi sentral dari serial ini. Apa balasan kita terhadap sesama? The Good Place menyisipkan aspek teologi, moral, dan etik dalam setiap humornya. Bagaimana setiap karakter saling membantu, berupaya menjadi orang yang lebih baik. Gotong royong ini tidak hanya eksklusif di antara keempatnya, mereka juga membantu orang-orang terdekat mereka agar tidak terjerumus ke dalam Bad Place — neraka. Reward sesungguhnya ialah proses yang mereka lalui bersama, bukan hanya surga maupun neraka semata.
Namun, ketika tim unik ini sudah sangat dekat dengan surga, sebuah fakta baru terungkap di season ke-3. Catatan menunjukkan bahwa sudah lebih dari 500 tahun berlalu sejak pintu surga terakhir dilewati jiwa-jiwa yang baik. Hal ini disebabkan oleh semakin kokohnya kapitalisme dan entailment-nya dalam keseharian manusia. Tidak peduli sebaik apapun seseorang, ia tetap akan masuk neraka. Premis yang cukup menarik. Tapi sayang, tidak dapat dipungkiri eksekusi season ini tidak sebaik season-season pendahulunya. Secara keseluruhan, season tiga dari The Good Place terasa terlalu diulur-ulur. Menyadari betul hal itu, Michael Schur, pencipta serial ini mengumumkan bahwa The Good Place akan tamat di season empat yang akan segera tayang pada bulan September 2019.
The Good Place adalah sebuah tontonan yang menghibur dan cukup edukatif. Dramanya yang hangat dan humornya dengan mudah memantik simpati kita sebagai penonton. Lantas bertanya pada diri sendiri: What do we owe to each other? Nantikan jawabannya di season terakhir nanti.